Friday, November 07, 2008

[malebox] Dicari: Kursus Cenayang Praktis!

Jika ada pekerjaan yang paling cocok bagi para wanita di dunia ini, selain bakat alami menjadi ibu, saya yakin itu adalah menjadi detektif.

Sejak beredarnya buku karya John Gray dulu, Men Are from Mars, Women Are from Venus, saya memang belajar memahami, bahwa wanita dan pria itu memang berbeda. Bukan karena saya ingin memahami wanita, lebih tepatnya saya membaca karena disodori buku itu oleh kawan wanita yang ingin lebih saya pahami. Walaupun sejak di bangku sekolah saya sudah learning by doing untuk berhubungan dengan kaum Hawa, tapi sebenarnya saya tak terlalu memahaminya. Terbukti saya tidak sendirian dalam hal ini. Karena bahkan hingga saat ini, tak jarang kawan saya yang sudah menikah pun mengakui bahwa mereka justru masih meraba-raba untuk bisa mengenali pasangan yang telah beberapa saat dinikahinya secara resmi (pun yang tak resmi). Tidak, saya tidak sedang membahas tentang (hanya) badani, tetapi lebih memahami keinginannya. Antara lain untuk mengerti kemauan dan keinginannya tanpa wanita harus mengatakan sesuatu.

Saat berbincang-bindang dengan kawan yang lain, cerita justru makin berkembang. Rupanya, beberapa kawan pria beranggapan menyerahkan diri dalam pernikahan adalah bentuk komitmen pada cinta, sementara wanita memaknai pernikahan dengan memulai ‘kepemilikan’ atas pria, segera setelah tali pernikahan diikat. Bila dalam pergaulan wanita banyak mau tahu tentang banyak hal, pernikahan justru meneguhkan sikap wanita untuk memiliki pria sepenuhnya. Seolah-olah, pernikahan melegalkan wanita untuk bertanya apa saja dan sedetil-detilnya pada pasangannya. Kalau perlu, right here, right now.

Sebenarnya memng sah-sah saja, apalagi sebagai pasangan baru. Menjelaskan detil harian memang menyenangkan, saat perkenalan. Pasalnya, karena cinta yang mulai tumbuh, kami kaum pria ingin membawa Anda pasangan baru kami, untuk mengenali kami yang sesungguhnya, dunia kami. Tetapi sayangnya kemudian, tidak jarang pria justru jadi merasa terganggu. Bayangkan saja, setiap saat ditanya tentang dimana, sedang apa, dengan siapa dan selanjutnya. Anda mungkin geli menyaksikan tayangan betapa posesifnya wanita dalam iklan suatu produk rokok, tapi itulah gambaran pandangan kami terhadap ‘Venus attack.’ Walaupun banyak wanita megatasnamakan cinta dan semangat saling berbagi, pertanyaan-pertanyaan tersebut terdengar bagai pasung maupun rantai yang makin erat mencengkeram pergelangan kaki kami. Kalau sudah demikian saya sendiri pun bingung, apa bedanya dengan saat masih kanak-knak dulu harus menjawab hal yang sama pada ibu saya.

Parahnya lagi, beberapa wanita (atau mungkin rata-rata wanita) bisa jadi detektif! Saya pikir saya tidak berlebihan. Contoh sederhananya begini. Saya bukan celebrities yang setiap gerak-geriknya bisa disaksikan melalui layar kaca. Tetapi, suatu saat saya yang berkantor di bagian Utara Jakarta, mendapat kiriman obat atau jamu tolak angin dari kawan wanita yang bekerja di Selatan Jakarta. Cukup mengejutkan mengingat waktu itu hubungan kami tidak sedang ‘dekat’, dan waktu itu kondisi badan memang tidak sedang fit, karena kerjaan yang menumpuk. Tambah lagi, kawan sekantor saya tidak ada yang kenal dia. Mengagumkan bukan? Hingga kini, bagian ini masih terasa sebagai missing link. Tapi sejujurnya, saya tidak peduli.

Sementara kawan pria lain banyak mengeluh kegerahan, karena merasa tidak dipercayai, dan dimata-matai bagai agen rahasia negara. Saya maklum, karena ada saja pria yang ingin nakal atau iseng sedikit. Beberapa kawan wanita mengaku mendengar cerita-cerita kenakalan suami teman sekantor atau melihat perilaku kawan pria di kantor yang menurut mereka terasa mendebarkan. Wajar bila Anda atau kawan wanita jadi mencemaskan hubungan Anda memang. Tapi bukankah semua hal di muka bumi ini beresiko?

***

Sebenarnya, wanita juga paham, bahwa pria itu beda dari wanita. Bahwa pria tak banyak mengungkapkan detail karena memang pada dasarnya kaum pria tak memperhatikan hal-hal detail. Buku, majalah, berbagai acara televisi dan radio pun tak jarang membahas topik ini. Tapi toh, banyak wanita tetap menuntut pria untuk lebih ‘banyak bicara’. Memang ada saja hal-hal detail yang bisa mengundang perhatian pria, selain kemolekan wanita yang melintas di depan para pria, baik yang berhidung belang maupun berhidung polos. Tapi sejujurnya, Anda para wanita juga tahu ‘kan, bahwa kami tidak bercerita bukan karena kami ingin menutupi sesuatu, atau membohongi Anda (meskipun ada juga beberapa pria yang begitu, memang).

Saya suka bergaul dan bercanda dengan siapa saja. Tetapi tetap saja saya merasa tidak terlalu menikmati untuk menceritakan kejadian demi kejadian dengan detil dan runtut layaknya laporan rekonstruksi serial kriminal mutilasi. Apalagi untuk kejadian sehari-hari yang biasa sekali. Sementara kawan-kawan wanita acapkali bertanya dan semakin gemar memancing untuk mengorek cerita sehari hari dengan sedetil-detilnya. Lebih parah lagi, bila kawan wanita ini mendapat angin dianggap sebagai ‘kawan istimewa’, maka seolah-olah dia mendapat hak untuk semakin ketat menginterogasi. Kawan saya lainnya menceritakan, Ia benar-benar dicurigai calon istrinya dan terancam batal menikah gara-gara ia makan siang tidak di foodcourt mall sebelah kantor seprti biasanya, dan tidak dengan kawan-kawan yang biasanya. Ironis mengetahui kaum wanita ‘seolah-olah’ menginginkan pasangan prianya adalah pria yang teratur dan membosankan, atau hidup dalam rutinitas membosankan. Begitu ‘kan?

Waktu saya menceritakan tentang pemberontakan saya terhadap bos wanita baru di kantor, dia bahkan tak hanya ingin mengetahui duduk permasalahannya, tapi juga detail reaksi orang seruangan, dan orang sekantor. Saya membayangkan, mungkin untuk memuaskannya, saya perlu menanam cctv di jidat saya. Atau jangan-jangan, wanita ditakdirkan untuk jadi pekerja infotainment? Berlebihan mungkin, karena wanita toh akan mengeluh kelelahan. Dan bukankah sebenarnya wanita justru ingin diperhatikan? Alih-alih ingin memuaskan dengan jawaban yang lengkap bin rinci, beberapa wanita justru berbalik menilai sang pria menutup-nutupi sesuatu dengan jawaban yang terdengar sempurna. Bila saya cenderung menyudahi pertengkaran dengan rayuan, atau janji manis, maka kawan saya akan kembali mempertanyakan intonasi suara yang menurut dia terdengar gampang dan tak bersungguh-sungguh. Celaka kawan pria lain, yang berjanji dalam suatu dinner romantis tetapi justru dianggap istrinya baru saja berbuat ‘perselingkuhan fatal’. Alamak susahnya!

Ya kami maklum, dalam hubungan sebelumnya beberapa wanita, atau Anda mungkin, punya pengalaman yang kurang menyenangkan. Tetapi percayalah, tidak semua laki-laki seperti itu. Atau, demi untuk memahami seribu satu keinginan yang menurut para wanita ‘sederhana’, haruskah saya dan banyak pria lain berguru ke Ki Joko Bodo, atau belajar jadi paranormal?

No comments:

hit tracker
hit tracker