Wednesday, July 02, 2008

Mengunjungi Museum

Kunjungan ke tempat bersejarah rupanya sedang kembali digalakkan. Setidaknya ada usaha ke sana yang terbaca di Kompas. Meski tidak mahal, kunjungan ke museum katakanlah, bukan merupakan kegiatan populer masyarakat umum. Tetapi untuk keseimbangan hidup, dan mengapresiasi perjalanan kehidupan pendahulu toh boleh juga. Bukankah banyak di antara kita sangat menikmati kunjungan ke tempat-tempat wisata bersejarah di luar negeri? Tetapi yang agak mengherankan, tak jarang yang mengaku tidak menikmati kunjungan ke tempat-tempat bersejarah di Indonesia.

Photobucket
{Grand Palace di Bangkok}

Saat mengajak kawan dari Banyuwangi mengunjungi Museum Sejarah Jakarta atau juga disebut Museum Fatahillah, Sabtu belum lama berselang, ada beberapa pengunjung yang tampak melihat-lihat di koridor museum. Dua hingga tiga keluarga dengan anak-anak, dua kelompok siswa SD (mungkin kelas tiga atau empat, karena secara physical masih kecil tetapi sudah sibuk mencatat ini dan itu) dengan guru-guru pendamping. Di pelataran Fatahillah tampak lebih banyak kerumunan. Ada gerombolan photographer yang memencar ke beberapa sudut, lalu juga sejumlah siswa kursus yang sedang praktek menggambar berlembar-lembar (bahkan hingga 50 gambar) di pelataran Cafe Batavia. Sementara di lorong jalan sebelah Museum Wayang, dan di depan bangunan bekas Cafe tampak digunakan beberapa pasangan untuk berfoto.

Kunjungan ke tempat bersejarah buat sebagian orang memang bukan hal yang ringan dan gampang dinikmati. Itu pula sebabnya saya cenderung kurang setuju bila murid-murid harus dicekoki dengan detil data-data sejarah, dihantui keharusan menghafal dll. Bukankah essensinya adalah anak memahami nilai-nilai luhur yang terkandung dalam suatu hal? Sehingga ketika dewasa kelak, anak bisa meneladani kepatriotan sang pahlawan misalnya. Mengakulah, apa yang anda ingat dari kepahlawanan Diponegoro? Beberapa dari anda mungkin akan mengernyitkan dahi berusaha mengingat-ingat, tapi buat beberapa siswa, dengan gampang akan menyebutkan tanggal kelahiran atau wafatnya Jenderal Sudirman. Maksudnya, mana yang lebih penting: hafal detil data sejarah (jelas biar dapet nilai ulangan bagus dong!), atau mengerti dan memahami nilai-nilai kepahlawanan yang sesungguhnya? Itu sebabnya, (hikmah fajarnya nih) mari ajak dan biarkan orang-orang menikmati museum (atau tempat bersejarah manapun) tanpa harus punya beban.

• Meski bukan anggota komunitas atau pemerhati sejarah, saya cukup menikmati kunjungan di tempat bersejarah. Yang dilakukan di sana tentu saja melihat-lihat koleksi-koleksi yang disajikan. Antara lain dengan menghargai keunikan, memperhatikan fungsi-fungsinya, membayangkan kehidupan di masa lalu, serta merefleksikan ke masa sekarang. Sayang, kadang-kadang benda-benda tersebut tidak diberi keterangan, atau keterangannya hilang/rusak. Tak jarang juga dijumpai, koleksi yang begitu berdebu, bahkan kaca etalage tampak kusam. Dalam kunjungan ke Museum Keramik, malah sempat saya menyaksikan petugas yang membersihkan, tapi asal-asalan (lahhh yang penting masih dibersihin 'kan ya?).

• Dalam kunjungan wisata seperti ini saya juga memotret beberapa koleksi yang unik, bila memang tidak dilarang. Bentuk arsitektur bangunan juga menarik untuk difoto. Selain itu mengabadikan teman-teman yang turut serta. Anda maklum 'kan, menyaksikan orang-orang berfoto dengan aneka gaya di tempat-tempat seperti ini?

Photobucket
{Koleksi di Museum Nasional (Museum Gajah), berupa gagang cermin berukir dengan motif Hindu}

• Biasanya kalau sempat, sebelum melakukan kunjungan, saya akan membaca-baca atau mencari informasi tentang hal-hal yang akan dikunjungi. Harapannya adalah bisa tahu hal mana yang perlu diberi perhatian lebih atau jangan sampai terlewatkan. Betul, sayangnya kadang-kadang website khusus mereka tidak memberikan informasi yang lengkap dan memadahi.

• Kalau sudah begitu, biasanya guide jadi pilihan. Tapi biasanya tergantung kesepakatan rombongan. Bukan rahasia lagi kalau guide atau pemandu wisata sering tidak dipedulikan oleh rombongan orang Indonesia. Padahal memakai jasa guide itu memerlukan biaya tambahan yang tidak sedikit. Bandingkan dengan harga karcis masuk yang hanya Rp 2ribu, dengan tips guide katakanlah sekitar Rp 30ribu.

• Untuk melengkapi kunjungan, sempatkan melongok toko cenderamata terdekat atau tempat jajanan yang menjual penganan dengan tema yang sama. Anda tidak diwajibkan membeli sesuatu di sini. Tetapi setidaknya, di sini akan memberi gambaran umum, kenangan apa yang biasa dimiliki atau diingini pengunjung.

No comments:

hit tracker
hit tracker