Monday, September 15, 2008

Mertuaku Sahabatku: Tips Merebut Hati Mertua

Siapa bilang mertua ditakdirkan menjadi musuh sepanjang masa? Patahkan mitos tak bertanggung jawab ini dengan tips-tips praktis hasil bincang-bincang dengan Suzy Rinaldhy Psi., associate/konsultan psikologi di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia dan trainer di Yayasan Pratista (untuk korban kekerasan dalam rumah tangga).

Bayangkan, apa yang akan terjadi bila seorang istri merasa harus selalu berusaha mendapatkan perhatian suami, yang sangat tergantung pada ibunya. Sementara sang mertua alias sang ibu merasa tak rela kehilangan putra kesayangan yang telah dibesarkannya! Lebih parah lagi, sang anak yang mengaku sangat mencintai istri yang baru dinikahinya, merasa terlanjur terbiasa dengan budaya sehari-hari di rumah, termasuk nikmatnya masakan andalan sang ibu tercinta.

Bukan rahasia lagi kalau banyak pasangan baru, bahkan yang telah lama menikah, memiliki hubungan mertua-menantu layaknya musuh bebuyutan. Kebanyakan, kasus ketidakharmonisan ini menimpa menantu dan mertua perempuan. Hal ini disebabkan karena pola pikir dan psikologis perempuan yang lebih sensitive, sementara fase kehidupan yang paling berharga baginya adalah keluarga. Konflik seperti ini bukanlah sesuatu yang tak lazim, yang terutama dihadapi oleh banyak pasangan yang baru menikah. Lingkungan baru, dengan segala tradisi maupun norma sehari-hari yang kebanyakan tak tertulis, menjadi tantangan awal, segera setelah pasangan memasuki jenjang pernikahan.

Beberapa penyebab

Permasalahan muncul manakala harapan tak sesuai dengan kenyataan. Seorang ibu mertua biasanya mengharapkan anaknya aman, sehat, lahir dan batin, tercukupi dari segi materi dan kasih sayang. Namun kenyataannya tak sama persis dengan yang diharapkannya. Terlebih bila orang tua tidak realistis dan mengharapkan seorang menantu yang tepat sama dengan dirinya atau memiliki perilaku dan pandangan yang tepat sama dengan keluarganya. Perbedaan inilah yang memunculkan kekecewaan, yang kemudian mendatangkan tekanan pada menantu. Tekanan ini bisa bertambah kuat atau sebaliknya. Hubungan pun bisa menjadi semakin renggang, kalau komunikasi tak lancar.

Keterbatasan wawasan orang tua adalah penyebab lain ketidakharmonisan hubungan mertua-menantu. Kurangnya pergaulan dan keterbatasan pendidikan, misalnya, membuat orang tua menaruh prasangka buruk pada menantu yang bersuku bangsa berbeda. Selain itu Suzy Rinaldhy Psi. juga menyorot ketidaksiapan orang tua menerima resiko sebagai faltor penyebab. Berdasarkan anggapannya sendiri, misalnya, orang tua tak mau mempercayai menantunya. Ia ketakutan menantunya akan membahayakan anaknya, dan tak mempercayai bahwa seseorang dapat berubah. “Manusia itu bisa berubah, walaupun tidak 100% berubah, dan pada dasarnya harus terus berkembang kearah yang lebih baik. Ada sifat mendasar, tetapi ada juga sifat yang bisa dilatih. Pengendaliannyalah yang bisa diubah, distabilkan,” tegasnya.

Kemandirian dan kedewasaan

Idealnya, semakin seseorang berusia, semakin mengarah kepada kedewasaan, yang tercapai bila bisa melepaskan diri dari ketergantungan pada berbagai pihak. Untuk itu diperlukanlah pernikahan, yang mana didalamnya terkandung banyak tangggung jawab. Dengan alas an inilah suami dan istri sebaiknya saling mengajari. Bila suami belum mandiri, istri harus menyadarkan dan mengajar secara bertahap, untuk memandirikan. Demikian pula sebaliknya. Tak menutup kemungkinan, istri harus membela suami, sehingga daya cengkeram ibu terhadap anak berkurang. Karena tidaklah benar bila orang tua menghambat anak untuk lepas mandiri.

Di sisi lain, suami harus tampil di depan. Ia tidak boleh berpihak kepada orang tua, tetapi juga tidak boleh menjadikan istri sebagai dirinya. Seorang suami juga seharusnya obyektif, dan mampu menjembatani perbedaan pandangan antara istri dan orang tua. Ia harus mampu mendorong istri untuk melakukan pendekatan pada mertua, dan pada tahap tertentu, juga harus bisa melepas istri untuk mendekatkan diri pada mertua.

Berikut adalah enam tips praktis untuk mendekatkan hubungan Anda dengan mertua.

1. KENALI PASANGAN ANDA!
Begitu anda merencanakan pernikahan, segera menyamakan persepsi. Selain melakukan tes kesehatan untuk mengetahui berbagai kemungkinan kesehatan, kesuburan, kelainan bawaan, dll., berbagai pandangan dan sikap perlu diselaraskan secara lebih mendalam. Persepsi tak bisa sama dengan sendirinya. Kedua belah pihak harus mendiskusikan dan mengusahakannya. Misalnya, anda perlu membahas hal-hal yang bisa menjadi pertengkaran, perceraian, dsb. Termasuk disini adalah membahas konsekuensi bila terjadi kekerasan, penyerangan (tak hanya secara fisik, melainkan juga dengan kata-kata, caci maki). Sekalipun telah berpacaran beberapa tahun, anda akan tetap harus menyesuaikan diri dengan pasangan dalam banyak hal pada tahun pertama. Bila sudah merasa klop satu sama lain dan satu pandangan, tentu akan lebih mudah untuk menyelaraskan dua budaya yang tak terlalu sama.

2. KOMITMEN UNTUK KEBAIKAN BERSAMA
Miliki komitmen dalam segala hal, bahwa anda dan pasangan akan selalu menyelesaikan segala permasalahan dengan kepala dingin untuk kebaikan bersama. Bila masalah suami-istri belum selesai, akan terasa sulit untuk menyelesaikan urusan dengan pihak lain. Perlu diketahui, bahwa setiap orang memiliki potensi dan kekuatan, apapun bentuknya. Dengan mengenali kekuatan masing-masing sebelum menikah, anda akan dapat memadukan dua potensi untuk menjadi suatu yang sangat positif, dan bukannya saling menjatuhkan sehingga menjadi musibah bagi anda berdua.

3. PAHAMI 'ADAT' PASANGAN
Bukan sekadar paham budaya keluarganya, anda juga perlu memahami tata krama yang dianut keluarga pasangan, bahkan ‘adat’ kebiasaan-kebiasaannya. Terutama bila anda akan tinggal di rumah mertua, pahami segala aturan maupun kebiasaan (yang biasanya tak tertulis) yang berlaku dalam keluarga tersebut. Misalnya menelepon ke rumah, bila pulang lebih dari jam sepuluh malam, dsb.
Kalaupun anda tidak akan tinggal bersama keluarga mertua, anda dan suami perlu mengomunikasikan budaya dan kesepakatan yang anda berdua terapkan dalam rumah tangga. Dengan demikian, apabila orang tua berkunjung, mereka tidak akan terlalu mencampuri urusan rumah tangga anda. Sah-sah saja bila mereka memberikan komentar dan saran, tetapi mereka tidak bisa dan tak boleh memaksakan pendapat. Ingat, seorang anak harus berkembang dan belajar dari kesalahan, supaya menjadi dewasa.

4. UNGKAPKAN DENGAN GAYA
Jangan hanya memendam kekesalan dan mengeluh. Kalau terdapat keberatan-keberatan tertentu terhadap mertua, anda perlu menyampaikannya. Tentu saja hal ini dilakukan setelah didiskusikan dengan pasangan, dan disampaikan dengan cara yang bersahabat. Kalau anda tak sanggup menyampaikan, biarkan pasangan anda mengomunikasikan permasalahan pada mertua anda, alias orang tuanya. Bagaimanapun, seorang anak lebih memahami dan memiliki sistem komunikasi yang lebih pas terhadap orang tuanya, dibanding dengan menantu. Sampaikan keluhan anda melalui orang-orang dalam keluarga yang anda kenal baik, atau yang didengar oleh sang mertua, bila mertua anda bukan tipe orang yang bisa menerima protes secara terbuka.
Di sisi lain, anda juga perlu mengimbangi ‘perlawanan’ dengan menunjukkan perhatian dan kasih sayang di sisi lain. Misalnya membawakan oleh-oleh, mengajak berlibur bersama dll. Dengan demikian akan membuat mertua merasa disayang dan dihargai dengan cara lain. Namun tetap ada kemungkinan timbulnya reaksi pada orang tua, seperti perasaan tidak suka, tersisih, dsb. Bersiaplah bila anda harus mengalami perang dingin untuk beberapa saat, atau dijelek-jelekkan. Biarkan waktu yang berbicara, dan dengan sikap yang jelas, orang tua akan bisa memahami dan menyesuaikan. Sekali lagi kuncinya adalah kekompakan anda dan pasangan.

5. TERAPKAN STRATEGI MENCURI HATI
Kalau anda merasa benar-benar tak disenangi mertua, anda perlu meluluhkan hatinya. Sediakan waktu untuk mengakrabkan diri dengannya, dengan menyingkirkan perbedaan pendapat dan menjadi pendengar yang baik. Lakukan pula hal-hal yang menurut pasangan anda atau keluarganya adalah sesuatu yang menyenangkan mertua anda. Bila perlu, batasi lama pertemuan anda dengan mertua hingga paling lama satu jam untuk beberapa kali pertemuan, sampai mertua terasa terbiasa bergaul dengan anda, dan anda pun merasa cukup diterima. Setelah itu barulah anda aman untuk secara bertahap berdiskusi dan melakukan kegiatan bersama.

6. GALANG DUKUNGAN KELUARGANYA
Bersahabatlah dengan keluarga besar pasangan anda. Luangkan waktu untuk bercakap-cakap dengan kakak dan adiknya, om dan tantenya, bahkan dengan kakek-neneknya. Kalau perlu sekali-kali lakukan kegiatan bersama dengan mereka. Siapa tahu justru karena dukungan merekalah, bekunya hubungan mertua-menantu menjadi cair. ***

{Image via Colin S.}

No comments:

hit tracker
hit tracker